Senin, 15 Februari 2010

10. Seven Mile Bridge

Seven Mile Bridge

The Seven Mile Bridge, in the Florida Keys, runs over a channel between the Gulf of Mexico and the Florida Strait, connecting Key Vaca (the location of the city of Marathon, Florida) in the Middle Keys to Little Duck Key in the Lower Keys. Among the longest bridges in existence when it was built, it is one of the many bridges on US 1 in the Keys, where the road is called the Overseas Highway.

9. San Mateo-Hayward Bridge

San Mateo Hayward Bridge

The San Mateo-Hayward Bridge (commonly called San Mateo Bridge) is a bridge crossing California’s San Francisco Bay in the United States, linking the San Francisco Peninsula with the East Bay. More specifically, the bridge’s western end is in Foster City, the most recent urban addition to the eastern edge of San Mateo. The eastern end of the bridge is in Hayward. The bridge is owned by the state of California, and is maintained by Caltrans, the state highway agency.

8. Confederation Bridge

confederation bridge

The Confederation Bridge (French: Pont de la Confédération) is a bridge spanning the Abegweit Passage of Northumberland Strait, linking Prince Edward Island with mainland New Brunswick, Canada. It was commonly referred to as the “Fixed Link” by residents of Prince Edward Island prior to its official naming. Construction took place from the fall of 1993 to the spring of 1997, costing $1.3 billion. The 12.9-kilometre (8 mi) long bridge opened on 31 May 1997.

7. Rio-Niteroi Bridge

Rio Niteroi Bridge

The Rio-Niteroi Bridge is a reinforced concrete structure that connects the cities of Rio de Janeiro and Niteroi in Brazil.
Construction began symbolically on August 23, 1968, in the presence of Queen Elizabeth II of the United Kingdom and Prince Philip, Duke of Edinburgh, in their first and thus far only visit to Brazil. Actual work begun in January, 1969, and it opened on March 4, 1974.
Its official name is “President Costa e Silva Bridge”, in honor of the Brazilian president who ordered its construction. “Rio-Niteroi” started as a descriptive nickname that soon became better known than the official name. Today, hardly anyone refers to it by its official name.

6. Penang Bridge

Penang Bridge

The Penang Bridge (Jambatan Pulau Pinang in Malay) E 36 is a dual-carriageway toll bridge that connects Gelugor on the island of Penang and Seberang Prai on the mainland of Malaysia on the Malay Peninsula. The bridge is also linked to the North-South Expressway in Prai and Jelutong Expressway in Penang. It was officially opened to traffic on September 14, 1985. The total length of the bridge is 13.5 km (8.4 miles), making it among the longest bridges in the world, the longest bridge in the country as well as a national landmark. PLUS Expressway Berhad is the concession holder which manages it.

5. Vasco da Gama Bridge

Vasco da Gama Bridge

The Vasco da Gama Bridge (Portuguese: Ponte Vasco da Gama, pron. IPA: ['põt(?) 'va?ku d? 'g?m?]) is a cable-stayed bridge flanked by viaducts and roads that spans the Tagus River near Lisbon, capital of Portugal. It is the longest bridge in Europe (including viaducts), with a total length of 17.2 km (10.7 mi), including 0.829 km (0.5 mi) for the main bridge, 11.5 km (7.1 mi) in viaducts, and 4.8 km (3.0 mi) in dedicated access roads. Its purpose is to alleviate the congestion on Lisbon’s other bridge (25 de Abril Bridge), and to join previously unconnected motorways radiating from Lisbon.

4. Chesapeake Bay Bridge

Chesapeake Bay Bridge

The Chesapeake Bay Bridge (commonly known as the Bay Bridge) is a major dual-span bridge in the U.S. state of Maryland; spanning the Chesapeake Bay, it connects the state’s Eastern and Western Shore regions. At 4.3 miles (7 km) in length, the original span was the world’s longest continuous over-water steel structure when it opened in 1952. The bridge is officially named the William Preston Lane, Jr. Memorial Bridge after William Preston Lane, Jr. who, as governor of Maryland, implemented its construction.

3. King Fahd Causeway

The King Fahd Causeway is multiple dike – bridge combination connecting Khobar, Saudi Arabia, and the island nation of Bahrain.

King Fahd Causeway Bridge

A construction agreement signed on July 8, 1981 led to construction beginning the next year. The cornerstone was laid on November 11, 1982 by King Fahd of Saudi Arabia and Sheikh Isa bin Salman al-Khalifa of Bahrain; construction continued until 1986, when the combination of several bridges and dams were completed. The causeway officially opened for use on November 25, 1986.

2. Donghai Bridge

Donghai Bridge

Donghai Bridge (simplified Chinese: ????; traditional Chinese: ????; pinyin: D?ngh?i Dàqiáo; literally “East Sea Grand Bridge”) is the longest cross-sea bridge in the world and the longest bridge in Asia. It was completed on December 10, 2005. It has a total length of 32.5 kilometres (20.2 miles) and connects Shanghai and the offshore Yangshan deep-water port in China. Most of the bridge is a low-level viaduct. There are also cable-stayed sections to allow for the passage of large ships, largest with span of 420 m.

1. Lake Pontchartrain Causeway

Lake Pontchartrain Causeway Bridge

The Lake Pontchartrain Causeway, or the Causeway, consists of two parallel bridges that are the longest bridges in the world by total length.[2] These parallel bridges cross Lake Pontchartrain in southern Louisiana. The longer of the two bridges is 23.87 miles (38.42 km) long. The bridges are supported by over 9,000 concrete pilings. The two bridges feature bascule spans over the navigation channel 8 miles (13 km) south of the north shore. The southern terminus of the Causeway is in Metairie, Louisiana, a suburb of New Orleans. The northern terminus is at Mandeville, Louisiana.

Pengantar

Batik adalah suatu hasil karya yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai wilayah Indonesia banyak ditemui daerah-daerah perajin batik. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Dan, salah satu daerah itu adalah Kabupaten Pekalongan. Batik di Pekalongan dapat dikategorikan sebagai batik pesisir yang mempunyai ciri khas pada motif kain hiasnya yang bersifat naturalis dan kaya warna. Ciri khas inilah yang memberikan identitas tersendiri bagi batik-tulis Pekalongan yang berbeda dengan batik lainnya, seperti batik-tulis Yogya atau Solo.

Asal Usul

Konon, asal usul batik Pekalongan sudah ada sejak sekitar tahun 1800-an. Hal ini diperkuat oleh data yang tercatat di Deperindag yang menyatakan bahwa pada tahun 1802 telah ada batik Pekalongan untuk bahan baju yang bermotif pohon kecil.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan baru terjadi pada tahun 1925-1839 setelah adanya perang besar di Kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dalam perang tersebut banyak dari para bangsawan keraton pergi meninggalkan kerajaan. Mereka menyebar ke daerah-daerah lain di timur Pulau Jawa seperti Mojokerto, Tulungagung, Gresik, Surabaya dan Madura. Dan, ada pula yang menyebar ke arah barat dari Kerajaan Mataram seperti Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon, dan Pekalongan. Di tempat-tempat tersebut mereka tidak hanya menghindar dari serangan Belanda, melainkan juga mengembangkan kesenian yang dahulu hanya ada di lingkungan keraton, yaitu membatik.

Peralatan dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk membuat batik-tulis diantaranya adalah: (1) wajan kecil terbuat dari logam atau tanah liat yang digunakan sebagai tempat untuk memanaskan malam (lilin) supaya cair; (2) anglo, untuk memanaskan malam dengan bara api dari arang; (3) tepas (kipas), untuk memperoleh angin agar bara api tetap menyala; (4) gawangan, untuk menempatkan atau membentangkan mori yang akan dibatik; (5) kowolan atau kuas bambu yang ujungnya diikat dengan kain tebal untuk mengalasi bidang yang luas; (6) taplak, untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena tetesan malam pada saat canting ditiup; (5) bandhul, untuk menahan kain agar tidak bergerak-gerak ketika dilukis; (6) uthik, untuk mengais arang; (7) canting[1] dengan berbagai macam ukuran sebagai alat untuk mencurahkan malam cair ke dalam mori yang digambari; (10) ganden (palu kayu), untuk memukuli kain mori yang akan dibatik agar lemas dan memudahkan pembatik dalam proses pembuatannya; dan (11) malam atau lilin untuk menutup bagian-bagian tertentu dari kain yang tidak diwarnai.

Bahan dasar untuk membuat batik tulis di daerah Pekalongan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: bahan yang terbuat dari kapas dan bahan sutera. Bahan yang terbuat dari kapas atau biasa disebut mori/muslin dapat dikategorikan lagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) mori muslin yang digunakan untuk jenis batik halus atau batik tulis; (2) mori mentah yang digunakan untuk batik cap; dan (3) mori kasar yang hampir tidak pernah digunakan untuk membatik. Sedangkan bahan yang terbuat dari sutera juga dikategorikan lagi menjadi lima bagian, yaitu: (1) ciuk pik; (2) ciuk cit; (3) ciuk lak; (4) ciuk poa; dan (5) ciuk si.

Selain bahan dasar yang berupa kain, ada pula bahan-bahan yang digunakan sebagai pewarnanya yang dapat berupa zat kimia maupun pewarna alami seperti: nila Jawa, nila werdi (indigo kering yang dibuat oleh pabrik-pabrik Eropa), mengkudu atau Modinda Tintoia Roxb (untuk membuat warna kuning dan merah), jerek atau Fasciculata Zoll, soga (Peltophormn Ferrugineum Benth), tegerang (Cudrania Javanensis Trecul), kayu nangka, kunyit, temulawak, gondorukem, damar dan lain sebagainya.

Proses Pembuatan Batik Tulis Pekalongan

Tahap-tahap pembuatan batik-tulis di Pekalongan adalah sebagai berikut. Sebelum kain mori dibatik, biasanya dilemaskan. Caranya adalah dengan merendam mori dalam air selama satu malam, kemudian dicuci selama ¼ jam dan direbus dalam air kanji atau tajin (air rebusan beras yang kadang diberi campuran daun bambu dan sedikit gamping). Cara ini disebut sebagai nganji atau nyekuli.

Setelah dikanji, kain lalu dikemplong, yaitu digulung kemudian diletakkan di atas papan atau tempat yang datar dan dipukuli dengan ganden (palu kayu). Proses menganji dan mengemplong ini dilakukan agar cairan malam yang nantinya digoreskan diatas kain tidak terlalu meresap ke dalam serat tenunan. Dengan demikian malam dapat dengan mudah dihilangkan.

Sebagai catatan, apabila kain yang akan digunakan adalah kain sutera, maka proses pengemplongan, pengetelan, dan ngusun tidak ada. Kain hanya dicuci bersih dan dijemur kering, kemudian dikanji. Penganjian pada sutera harus lebih hati-hati dari pada mori, karena sutera bersifat prangpang atau jarang serat-seratnya. Apabila penganjian ini kurang baik, maka sulit untuk membatik diatasnya.

Setelah kain menjadi lemas, maka tahap berikutnya adalah ngengrengi dan nerusi, yaitu membuat pola pada mori dengan menggunakan malam. Setelah pola terbentuk, tahap selanjutnya adalah ngiseni, yakni menggambar di sebalik mori sesuai dengan pola. Kegiatan ini disebut nembusi. Setelah itu, nemboki atau mbiriki yaitu menutup bagian yang harus tetap putih. Tahap selanjutnya adalah medel atau nyelup untuk memberi warna putih supaya hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Proses medel dilakukan beberapa kali agar warna putih menjadi lebih pekat. Selanjutnya, ngerok yaitu menghilangkan lilin klowongan agar jika disoga bekasnya berwarna coklat. Alat yang digunakan untuk ngerok adalah cawuk yang terbuat dari potongan kaleng yang ditajamkan sisinya. Setelah dikerok, kemudian dilanjutkan dengan mbironi. Dalam proses ini bagian-bagian yang ingin tetap berwarna biru dan putih ditutup malam dengan menggunakan canting khusus agar ketika disoga tidak kemasukan warna coklat. Setelah itu, dilanjutkan dengan nyoga, yakni memberi warna coklat dengan ramuan kulit kayu soga, tingi, tegeran dan lain-lain. Untuk memperoleh warna coklat yang matang atau tua, kain dicelup dalam bak berisi ramuan soga, kemudian ditiriskan. Proses nyoga dilakukan berkali-kali dan kadang memakan waktu sampai beberapa hari. Namun, apabila menggunakan zat pewarna kimia, proses nyoga cukup dilakukan sehari saja. Proses selanjutnya yang merupakan tahap akhir adalah nglorot, yaitu membersihkan malam. Caranya, kain mori tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih yang telah diberi air kanji supaya malam tidak menempel kembali. Setelah malam luntur, kain mori yang telah dibatik tersebut kemudian dicuci dan diangin-anginkan supaya kering. Sebagai catatan, dalam pembuatan satu potong batik biasanya tidak hanya ditangani oleh satu orang saja, melainkan beberapa orang yang tugasnya berbeda.

Motif Ragam Hias Batik Pekalongan

Kekayaan alam Kabupaten Pekalongan sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun hasilnya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi, kain batik bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Motif-motif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor: (1) letak geografis; (2) kepercayaan dan adat istiadat; (3) keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna; dan (4) adanya kontak atau hubungan antardaerah penghasil batik; dan (5) sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan.

Beberapa nama ragam hias atau motif batik Pekalongan antara lain: (1) jlamprangan (motif geometris sejenis nitik yang dikembangkan oleh pembatik keturunan Arab); (2) semen (motf berbentuk tumbuhan atau satwa); (3) encim (motif batik yang tatawarnanya banyak dipengaruhi oleh warna-warna khas Cina seperti: porselin, famille rose, famile verte, dll); (4) Sam Pek Eng Tay (motif ini terdiri dari corak buketan dan tersusun dalam dua bagian yang berbeda baik ragam hias maupun warnanya); (5) encim cempaka mulya (batik ini mempunyai ragam hias parang sebagai latarnya dan bunga-bunga kecil yang mendominasi warna biru, merah dan kuning); (6) encim pagi sore (motif ini ragam hia buketannya mewarnai seluruh bidang yang pola bagian pinggirnya berbeda posisi); (7) motif-motif yang dipengaruhi oleh para pendatang Belanda seperti: (bunga krisan, buah anggur, kartu bridges, cupido, kompeni, dan Cinderella); dan (8) motif-motif batik semarangan, yaitu kembang cengah, grindilan, dan lain sebagainya.

Nilai Budaya

Batik-tulis yang diproduksi oleh para perajin di Pekalongan jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.

Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah batik tulis yang bagus. (Pepeng)


JAKARTA, KOMPAS.com Satrio Yudhi Wahono atau lebih dikenal dengan panggilan Piyu, pentolan band "Padi", memenangkan lelang Mercedes-Benz C250 Avangarde yang dibatik oleh Carmanita. Menurut sumber terdekat yang ditelusuri Kompas.com, harga lelang terakhir dari mobil sport terbaru Mercedes-Benz Sport ini adalah Rp 1 miliar.

Sementara itu, Yuniadi Hartono selaku Deputy Pemasaran PT Mercedes-Benz Indonesia (MBI) membenarkan bahwa Piyu telah memenangkan lelang tersebut. "Saya sendiri semula tidak tahu Piyu mana yang menang. Ternyata Piyu 'Padi'. Saya juga heran, seorang anak muda, Piyu, ternyata masih suka dengan batik," beber Yuniadi.

Sumber terdekat Piyu mengatakan, gitaris Padi ini memang senang dengan Mercy. Di samping itu, ia membeli Mercedes-Benz C250 Ava yang telah dibatik ini karena sangat mencintai seni dan produk Indonesia.

Penyerahan akan dilakukan pada Rabu, 17 Februari, langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo di Balai Kota, Jakarta. Selisih harga asli mobil ini dengan harga lelang akan disumbangkan oleh MBI. Dengan harga Rp 609 juta (off the road) atau Rp 670 juta, sekitar Rp 330 juta akan disumbangkan untuk kegiatan amal.

Terbukti, menurut pakar pemasaran, Herman Kartajaya dari MarkPlus, efek dari promosi tiga dimensi dari gagasan membatik Mercy efektif. Awalnya Mercedes-Benz telah mendapatkan promosi sebagai perusahaan yang sangat menghargai seni budaya Indonesia. Dengan Piyu, seorang selebriti berusia 38 tahun, sebagai pemenang lelang, beritanya pun akan semakin marak.

Selera Piyu terhadap merek mobil memang hebat. Kombinasi mobil dan motif batik, bila digunakan, maka tentu akan menjadi ciri baru bagi Piyu saat di jalanan. Tak kalah penting, mobil itu dibatik oleh Carmanita, seorang desainer motif batik terkenal. Ditambahkan pula, nomor polisi mobil ini nantinya adalah "P-1-YU".